18 March 2012

BAGIAN 3 : AKAR MASALAH BOLA INDONESIA YANG KETIGA: INDONESIA NEGARA KELAUTAN NAMUN KITA MENJARING PEMAIN DI DANAU!

Kalau dalam dua tulisan terakhir sudah saya jabarkan  secara singkat dua akar permasalahan bola Indonesia yakni (1) fokus pengcab yang salah sekaligus  pemakaian dana APBD secara salah ,serta (2) kurangnya pendidikan pemain, pelatih, wasit dan penonton, maka kali ini secara singkat akan saya jabarkan satu lagi akar permasalahan bola Indonesia yakni penjaringan pemain.
            
          Ada seorang pemain  di pusdiklat swasta non profit yang saya bina yaitu Malang FC yang saya ambil dari pedalaman Wamena. Laban umurnya baru 15 tahun tapi sudah mampu menjebol gawang Persisam Samarinda dua kali (satu gol dianulir sehingga hasil akhir 1-1). Seorang pilot pedalaman yang merekomendasikannya kepada saya. Yang saya sedang incar saat ini adalah seorang anak kelas 3 SMP di pulau Sumba yang permainannya mirip Ronaldo. Menemukan mereka ini sebenarnya bukan tugas saya. Cerita diatas hanya secuil ilustrasi guna menggambarkan bahwa ada yang salah dalam sistim kita sekarang sehingga tidak semua pemain berbakat terindentifikasi untu kemudian dibina. Nonsense kalau orang berbicara; “ Indonesia kan Negara besar, berpenduduk 230 jutaan jiwa, kok bisa kalah bersaing dengan negara-negara yang jauh lebih kecil.” Pada kenyataannya pemain Indonesia tidak diambil dari 230 juta jiwa. Angka sebenarnya jauh dibawah itu! Faktor keberuntungan dalam menemukan pemain masih terjadi. Selain itu faktor kedekatan  atau koneksi masih terjadi. Pemain berbakat di daerah terbengkelai sehingga mereka putus sekolah lalu bekerja karena faktor ekonomi, menanggalkan bakat alam mereka yang luar biasa. Banyak pemain layu sebelum berbunga.  Hasilnya timnas Indonesia masih jauh dari arti kata sebenarnya: tim nasional!

       Lalu solusinya bagaimana? Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya setiap PENGCAB  mutlak memiliki sebuah PUSDIKLAT  berkualitas yang didanai oleh APBD setempat. Seorang pemain yang menonjol di level SSB ataupun kejuaraan antar sekolah lalu ditarik masuk kedalam PUSDIKLAT setempat. Selain itu team scouting tingkat kabupaten/kota/kepulauan juga menjemput bola dengan cara terus mencari ke desa-desa kalau-kalau ada pemain yang tidak terjaring oleh SSB maupun sekolah. Penting untuk direalisasikan disini adalah anak-anak tersebut harus sekolah dan dipacu untuk memberikan yang terbaik di sekolah.

 Team Scouting PSSI pusat memantau perkembangan pemain-pemain yang menonjol. Sebagian kecil dari mereka diundang pindah ke PUSDIKLAT tingkat nasional. Di beberapa pusdiklat tingkat nasional ini, pemain-pemain muda berbakat  ditempa secara terus menerus tanpa menomerduakan pendidikan formalnya. Mereka ditandingkan melawan tim-tim yang umurnya diatas mereka, ikut kompetisi amatir di daerahnya,  sekaligus sekali- duakali dalam setahun mengikuti turnamen-turnamen di luar negeri. 

Kesimpulannya jelas: harus ada sistim penjaringan pemain melalui sistim scouting yang berkualitas, berkwantitas dan independen, untuk kemudian dibina kemampuannya secara modern dan professional. Lets go PSSI, mari kita menjaring pemain di laut dan bukan di danau lagi. Indonesia bisa!

3 comments:

  1. Salam kenal dari saya Indra Gunawan, seorang ayah yang galau mengambil keputusan untuk anaknya (U-16) yang ingin menjadi pemain profesioanl dan timnas.

    Mohon ijin untuk mengunduh Kurikulum Sepakbola Indonesia.

    Terima kasih,
    Indra Gunawan
    http://bojongcity.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. coach timo..
    bagaimana kalau dibuat alat ukur untuk penjaringan yang baku dari PSSI untuk melakukan scout kepada pemain2 muda..
    sehingga dasaran untuk penjaringan itu sama..
    terimakasih

    ReplyDelete
  3. OM TIMO....
    SALAM KENAL
    SALUTO FOR YOU . . .
    Q SUDAH MENGUNDUH KURIKULIM SEPAKBOLANYA
    SEMOGA BERMANFAAT . . ..

    ReplyDelete