18 March 2012

BAGIAN 2 : AKAR MASALAH BANGSA (TERMASUK SEPAK BOLA); YANG SEMPAT SAYA SAMPAIKAN DI KSN

         Kemarin sudah saya ceritakan tentang “pidato dalam hati saya”, alias pidato pendek yang tidak sempat saya sampaikan saat KSN. Walau secara umum saya kecewa karena hasil-hasil KSN tidak spesifik ,saya sedikit terhibur dengan diadopsinya masukan kecil saya yang kemudian menjadi rekomendasi KSN poin ke lima yang berbunyi ;“Metode pembinaan atlet pelajar/muda agar juga memperhatikan pendidikan formalnya.”

     Sebagai seorang guru (saya mengajar filsafat, sejarah dan geografi di Wesley International School, Malang), tetapi juga sebagai seorang pelatih, saya sangat menjiwai pentingnya pendidikan bagi bangsa ini secara keseluruhan dan tentu saja juga bagi seorang pemain bola. Lewat pendidikan formal seorang pemain bola diharuskan disiplin belajar hal-hal yang sebenranya tidak menarik bagi dirinya. Justru saat harus melakukan hal-hal yang kita tidak sukai kedisiplinan kita diasah. Pendidikan juga modal masa depan. Siapa yang berani menjamin pemain, walau luar biasa berbakat  sekalipun , bahwa dia akan jadi pemain profesional nantinya? Kalaupun menjadi pemain bola siapa bisa menjamin bahwa dia tidak akan cidera? Kalaupun jadi pemain dan tidak cidera,  setelah jadi pemain dia mau jadi apa? Lagipula profesionalisme bagi pemain bukan hanya menuntut otak yang cerdas saat bermain tapi juga sikap profesionalisme di dalam dan luar lapangan.

       Di PUSDIKLAT swasta non profit Malang FC, pemain-pemain pilihan dari seantero malang raya serta papua kami wajibkan berprestasi lumayan di sekolah. Bila tidak, SPP tidak lagi kami bayarkan. Apabila masih saja menomerduakan sekolah, kami keluarkan dari MFC walau super berbakat sekalipun. Hasilnya pemain-pemain kami takut dan nilai pelajaran serta sikapnya di sekolah membaik. Sepak bola harus digunakan memacu pendidikan. Di USA seorang student athlete seperti saya dulu tidak diperbolehkan main saat nilai mata kuliah berada  dibawah C. Di High School juga berlaku peraturan yang sama. Student first, athlete second!

        Karena tidak adanya PELATNAS yang terus menerus, pemain-pemain timnas KU dicomot dari sekolah selama dua bulan lebih! Saya hanya bisa berharap yang di uruguay sekolah! Seharusnya 4-5 guru dibawa ke Uruguay guna melakukan home schooling disana.

Solusinya pusat kepelatihan seperti Ragunan harus bagus kembali sehingga sekolah dan prestasi di bola bisa saling melengkapi dan tidak “bermusuhan” seperti saat ini. Sama halnya dengan PENGCAB, pemain di pusdiklatnya masing-masing (baca juga ulasan sebelumnya) harus sekolah dan nilainya harus lumayan di sekolah

Setali tiga uang dengan pendidikan pemain tentu saja adalah pendidikan wasit dan pelatih. Prinsipnya simpel; kalau guru bodo, jangan heran kalau muridnya juga bodo! PSSI pusat mutlak mengutamakan kepelatihan wasit dan pelatih sampai ke daerah-daerah. Caranya? Mutlak harus dibangun akademi kepelatihan pelatih dan wasit! Cukup di satu/dua tempat saja, yang penting sepanjang tahun terus menerus diadakan kepelatihan D, C,B dan A dibawah pengawasan dan bimbingan instruktur AFC. 

Selain itu dibutuhkan kurikulum sebagai pedoman dasar yang baku untuk SSB. Organisasi SSB juga perlu diverifikasi demi terciptanya standarisasi.  Apabila SSB tidak melakukan standar organisasi dan kepelatihan maka licence nya dicabut. By the way, untuk wasit saran saya ambil mahasiswa jurusan olahraga sebagai “bahan baku” elite wasit di daerah (dan juga di level profesional).

Selain lewat kepelatihan pelatih dan wasit secara konvensional, proses pencerdesan insan bola bangsa bisa juga di bantu oleh ssb tv, sebuah acara tv berdurasi 30 menit-1 jam/minggu yang mengulas program latihan, penjabaran tehnik tertentu, tips for coaches, memberikan masukan soal gizi dan peraturan-peraturan bola yang masih banyak tidak dimengerti oleh masa. 

Oh ya, hampir lupa, pendidikan penonton dengan cara merangkul dedengkot penonton secara terus menerus (jadi bukan hanya apabila terjadi masalah saja) juga penting tentunya.

Tidak bisa tidak ,my friends, jalan menuju kemajuan bangsa ini adalah melaui pendidikan! Pendidikan pemain, pelatih, wasit, juga penonton. Pendidikan , pendidikan dan pendidikan! Karena itulah di saat-saat terakhir KSN saya menanggalkan sejenak sikap njawani saya untuk kemudian memberanikan diri  berbicara secuil tentang hal ini. Ternyata walau lahir di Jawa, sebagian diri saya masih Jerman.

1 comment:

  1. Setuju! Coach Timo, saya coba membangun web site (sekolahbola.blogspot.com) dengan tujuan & motivasi yang sama. Suatu media internet yang fokus pada pengembangan usia dini, mengedepankan poin-poin yang coach sampaikan. Berita SSB, liga, turnamen, program, teknik, tips, gizi, beasiswa, daftar sekolah, agen dsb. Mencoba untuk se-comprehensive & se-update mungkin. Semoga bisa menjadi media yang membangun masyarakat bola, bukan yang nJawani atau nJermani, tapi yang Cerdas dari Indonesia!

    ReplyDelete